Apakah Pekerjaan lanjutan (konstruksi)
dapat dilakukan penunjukan langsung kepada penyedia yang sama?
Berdasarkan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Pasal 38 Ayat (5) huruf b menyatakan bahwa Kriteria Pekerjaan Konstruksi khusus yang memungkinkan dilakukan
Penunjukan Langsung adalah Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan
satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko
kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat
direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition)”.
Penjelasan
Pasal 38 (5) huruf b :
Yang dimaksud dengan unforeseen condition adalah kondisi yang tidak terduga yang
harus segera diatasi dalam pelaksanaan konstruksi bangunan. Misalnya penambahan
jumlah atau panjang tiang pancang akibat kondisi tanah yang tidak terduga
sebelumnya; atau diperlukan perbaikan tanah (soil treatment) yang cukup besar untuk landas pacu (runway) yang sedang dibangun”.
Pekerjaan
atas bagian-bagian konstruksi yang bukan merupakan satu kesatuan konstruksi
bangunan atau yang dapat diselesaikan dengan desain ulang tidak termasuk dalam
kategori unforeseen condition.
Contoh: antara pondasi jembatan (abuttment)
dengan bangunan atas jembatan (girder,
truss, dan sebagainya).
Mengacu
pada ketentuan diatas, penunjukan langsung untuk pekerjaan lanjutan yang
merupakan satu kesatuan konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko
kegagalan bangunan hanya dapat dilakukan pada kondisi yang sebelumnya tidak
dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya. Dengan demikian pekerjaan
lanjutan yang direncanakan tidak dapat dilakukan dengan penunjukan langsung,
namun harus dilakukan dengan Pelelangan Umum sebagaimana tercantum dalam Perpres
Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya Pasal 36 ayat (1).
Namun demikian, pelaksanaan Penunjukan Langsung pekerjaan lanjutan yang secara teknis merupakan kesatuan konstruksi yang sifat pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 angka 2 dan 6, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi Pasal 12.
Justifikasi teknis kesatuan
konstruksi yang sifat pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat
dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya dilakukan oleh
instansi teknis yang berwenang dalam bidang konstruksi (Kementrian/Dinas PU).
Dalam
melaksanakan proses penunjukan langsung harus dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga
diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis
dapat dipertanggungjawabkan (Perpres No. 54 Tahun 2010 dan perubahannya Pasal 38 ayat (3)), mengingat dalam proses penunjukan langsung
tidak terjadi kompetisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar