Guru Ditakuti atau
Ketakutan?
Sebuah Refleksi Catatan Kelam
Pendidikan Kita
Saya
cukup prihatin mengamati perkembangan dunia pendidikan Indonesia akhir-akhir
ini. Berbagai media, baik audio, visual, mapun online banyak mewartakan kabar tentang
berbagai peristiwa yang mencoreng dunia pendidikan.
Maraknya
kekerasan terhadap guru yang dilakukan oleh murid dan orang tuanya merupakan suatu tindakan yang tidak
berperikemanusiaan. Siswa yang tega mencaci dan menganiaya seorang guru,
menandakan moralitas pendidikan anak bangsa telah goyah. Beberapa kasus justru
orang tua membela anaknya dengan cara melaporkan guru ke ranah hukum. Guru mengajar,
siswa dan orang tua menghajar. Miris.
Sungguh
malang nasib salah seorang guru, sekadar cubitan kepada muridnya dengan tujuan
mendidik berujung penjara. Dibalik jeruji besi dan dinginnya ruang penjara
seorang guru tidak berdaya, hanya bisa bersedih dan meratapi nasibnya. Adilkah
ini?
Perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan
tugas
Dalam
menjalankan profesinya, sudah selayaknya guru dihargai dan dilindungi. Hukuman
yang bersifat mendidik, bukan merupakan tindakan kekerasan terhadap anak.
Memidanakan seorang guru dengan permasalahan yang sepele bukanlah menegakkan
supremasi hukum, malah sebaliknya, hal itu merupakan kriminalisasi terhadap
guru.
Pada
dasarnya, seorang guru memang dapat memberikan sanksi kepada anak didiknya
asalkan sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan. Lebih dari itu, guru bahkan mendapatkan perlindungan atas
tindakannya tersebut.
Tindakan
dan perlindungan tersebut, secara positif, jelas termaktub dalam sebuah
peraturan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, tentang Guru.
Salah
satu pasal dalam aturan tersebut menyebutkan:
Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta
didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan
tingkat satuan pendidikan, dan peraturan tentang perundang-undangan dalam proses
pembelajaran yang berada dalam kewenangannya (pasal 39).
Dalam
hal perlindungan atas tindakan melakukan sanksi, sebagai bagian dari
pelaksanaan tugas guru, peraturan tersebut menyebutkan bahwa:
Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas
dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah
daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai
kewenangan masing-masing (pasal 40 ayat 1).
Lebih
lanjut, aturan tersebut menjelaskan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan
hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokras, atau pihak lain (pasal 41 ayat 1).
Melalui
aturan tersebut, guru memiliki hak untuk memberikan sanksi sekaligus hak untuk
mendapatkan perlindungan. Namun, sangat disayangkan, pada praktiknya guru masih
tetap dipidanakan dengan permasalahan yang sebenarnya tidak dalam kategori
melanggar hukum.
Beberapa
tindakan guru yang bermaksud untuk mendisiplinkan muridnya, dianggap sebagai perbuatan
tidak menyenangkan dan kerap dijadikan delik aduan untuk menyeret guru ke ranah
hukum, menggunakan undang-undang perlindungan anak.
Belajar dari Kasus Aop Saopudin
Aop Saopudin, seorang guru SDN
Panjilin Kidul V, Majalengka, terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dan dijatuhi hukuman pidana
penjara selama tiga bulan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Putusan tersebut menguatkan
putusan Pengadilan Negeri Majalengka.
Vonis
tersebut berawal dari sebuah kejadian pemotongan rambut terhadap beberapa murid
SDN Panjilin Kidul V Majalengka, yang tidak mengikuti aturan sekolah untuk
tidak berambut panjang/gondrong.
Aop
Saopudin melakukan tindakan itu sebagai seorang guru yang sekaligus mendapatkan
tugas khusus untuk mendisiplinkan para siswa yang berambut panjang.
Meskipun
Aop divonis bersalah dan dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tinggi, tetapi putusan
tersebut kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung.
Hakim Mahkamah Agung akhirnya menyatakan bahwa Aop Saopudin tidak terbukti
secara syah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
Putusan
hakim tersebut mempertimbangkan bahwa apa yang yang dilakukan terdakwa sudah
menjadi bagian dari tugas, bukan merupakan suatu tindak pidana. Aop dinyatakan tidak
dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut, karena bertujuan
untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan disiplin
Dari
kasus tersebut dapat menjadi pelajaran kepada kita bahwa sanksi yang dilakukan
oleh seorang guru dalam mendidik siswanya dalam batas yang wajar, adalah justru
menjadi tugas mulia yang patut diapresiasi.
Ketakutan Para Guru
Kasus
Aop di atas adalah sebuah kasus yang berakhir membahagiakan, tetapi tidak bagi
guru lain. Beberapa guru ‘berhasil’ dipenjarakan akibat tindakan
pelaporan oleh orang tua siswa. Kasus serupa yang berujung lebih tragis pun masih
saja terjadi.
Belum
hilang dari ingatan kita ketika seorang guru harus kehilangan nyawa karena diserang oleh
siswanya sendiri di dalam kelas, tatkala memberi peringatan atas tertidurnya si
siswa di kelas.
Indonesia
berduka, ribuan guru meneteskan air mata. Semua geram dan mengutuk aksi
kekerasan terhadap rekan seprofesi mereka. Kita semua turut mengutuk dan
berharap agar pelaku diberi hukuman yang setimpal.
Guru
yang seharusnya dihormati dan dihargai jasa-jasanya justru teraniaya oleh orang
tua siswa. Berbagai peristiwa memalukan dan memilukan, menjadi catatan kelam
dunia pendidikan Indonesia.
Beberapa
kejadian tersebut tidak menutup kemungkinan membuat ketakutan para guru.
Ketakutan yang dapat mengakibatkan menurunnya kepedulian guru terhadap kualitas
karakter anak didiknya. Perlu kita ingat kembali, tugas guru bukan hanya
sekedar mengajar, tapi mendidik dan membimbing agar anak memiliki budi pekerti
yang luhur.
Guru
dapat saja kemudian acuh tak acuh terhadap penyimpangan aturan yang dilakukan
oleh muridnya, demi keselamatan dirinya. Kecenderungan tersebut membuat daya
pikir guru untuk mencari solusi dan cara terbaik juga menjadi lemah.
Epilog
Permasalahan
ini sebaiknya menjadi refleksi dan tanggung jawab bersama, bukan hanya menuntut
perbaikan sistem pendidikan kita. Sistem pendidikan yang mengarah pada
pendidikan karakter dengan mengedepankan sisi humanisme perlu untuk terus
didorong dengan baik.
Namun,
di sisi lain masyarakat perlu melakukan refleksi kembali bahwa pendidikan
karakter tidak cukup dilakukan di sekolah. Pendidikan dan bimbingan orang tua
di lingkungan rumah tangga turut dan dominan menentukan perangai anak bangsa.
Pendidikan
karakter anak harus diperhatikan dan dilakukan sejak usia dini. Peranan orang
tua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku anak, agar etika dan moral tidak
tergerus oleh arus perkembangan teknologi yang semakin pesat. Orang tua yang
kurang peduli, atau justru melakukan perlindungan yang berlebihan kepada anak
dapat menjadikan anak merasa kebal sanksi di lingkungan sekolahnya.
Akan
lebih bijaksana jika orang tua bersama guru mengedepankan pendekatan secara
kekeluargaan. Guru adalah partner orang tua dalam mendidik anak, bukan justru
memisahkannya dari konsep pendidikan anak. Para guru dan orang tua murid sebaiknya
aktif melakukan komunikasi terhadap perkembangan seorang anak.
Para
guru pun sebaiknya lebih aktif menyosialisasikan hukuman yang bersifat mendidik
dalam rangka tindakan pendisiplinan terhadap murid yang melanggar peraturan tertulis
maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru.
Menyatukan
persepsi hukuman/sanksi diantara keduanya dan membangun sinergi. Hal ini menjadi
bagian yang terpenting agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap orang tua
murid.
Semoga
kejadian seperti ini tidak terulang kembali, agar pendidikan di Indonesia
semakin maju, sehingga melahirkan generasi yang cerdas dan memiliki budi
pekerti yang luhur.
Begitu beratnya
tugas seorang guru, tidak hanya mengajar materi akademis, tetapi memiliki
kewajiban mendidik, dan membimbing anak bangsa menuju karakter yang diharapkan.
Sudah selayaknya kita, masyarakat, memberikan posisi yang lebih tinggi kepada
profesi guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar